Analisis Semifinal UCL Arsenal vs PSG: Ketika Pressing Tinggi dan Build-Up Cair Jadi Pembeda

Pertarungan Seimbang di Atas Kertas
Bermain di hadapan publik Emirates Stadium, Arsenal tampil penuh semangat. Namun, satu gol dari Ousmane Dembélé menjadi pembeda yang membawa PSG unggul secara agregat di leg pertama ini. Jika melihat statistik, pertandingan berlangsung sangat berimbang. Penguasaan bola nyaris sama, jumlah tembakan pun seimbang. Bahkan, nilai expected goals (xG) menunjukkan Arsenal sedikit lebih unggul.
Namun, PSG membuktikan kualitasnya lewat efektivitas serta pressing intens yang diukur lewat PPDA (Passes per Defensive Action) – angka yang lebih kecil menunjukkan tekanan lebih tinggi – dan PSG unggul dalam hal ini. Artinya, meski memimpin lebih dulu, PSG tidak memilih bertahan, justru tetap intens menekan hingga menit-menit akhir.
Dembélé, Pahlawan dari Lini Kedua
Gol tunggal yang menentukan dicetak oleh Ousmane Dembélé, hasil dari pergerakan cerdas tanpa kawalan dari lini kedua. Tapi tidak hanya Dembélé yang patut diapresiasi – kiper Gianluigi Donnarumma tampil gemilang dengan sejumlah penyelamatan krusial. Total penyelamatannya menghalau peluang Arsenal dengan nilai xG sebesar 1,23 – setara dengan satu gol yang batal terjadi. Tak heran jika banyak yang menjadikan Donnarumma sebagai man of the match di laga ini.
Formasi dan Starting XI: Sama-Sama Turun dengan 4-3-3
Arsenal:
- Formasi: 4-3-3
- Tanpa Thomas Partey, Declan Rice turun sebagai gelandang bertahan.
- Trio depan: Saka – Trossard – Martinelli.
PSG:
- Formasi: 4-3-3
- Vitinha diplot sebagai gelandang bertahan, ditemani Neves dan Ruiz.
- Lini serang: Dembélé – Kolo Muani – Kvaratskhelia.
Kunci kekuatan PSG ada pada build-up fluid mereka yang memadukan rotasi posisi secara dinamis dan progresi bola yang rapi.
Kunci Taktik PSG: Rotasi Posisi & Eksploitasi Ruang Antar Lini
PSG terlihat sangat cair dalam membangun serangan. Gelandang mereka sering kali bergerak bebas, memancing pemain lawan naik dan membuka ruang. Vitinha sering turun untuk membentuk back three bersama Marquinhos dan Mendes. Hakimi pun berperan sebagai inverted fullback, menyatu di tengah untuk membantu progresi bola.
Target utamanya? Ruang antar lini. Neves dan Ruiz menyusup ke belakang gelandang Arsenal, membuka jalur progresi. Dembélé pun sering turun ke area ini, menjadi titik umpan sebelum membalik badan dan memulai serangan berbahaya.
Skema Gol PSG: Umpan Terukur, Pergerakan Tanpa Bola, dan Cutback Mematikan
Gol yang dicetak Dembélé berawal dari skema yang sangat terorganisir. Saat lini tengah PSG memancing gelandang Arsenal naik, Dembélé masuk ke ruang kosong antar lini tanpa pengawalan. Umpan dari Kvaratskhelia kemudian tak langsung diarahkan ke dalam kotak penalti, melainkan ke Dembélé yang berada di luar kotak. Rice sempat menutup jalur, tapi memilih mengawal pemain lain. Hasilnya, Dembélé bebas menembak dan mencetak gol.
Arsenal Mencoba Melawan: Build-Up Inverted dan Percobaan Umpan Terobosan
Arsenal tidak tinggal diam. Lewis Kelly tampil sebagai inverted fullback, membantu Rice di tengah untuk menciptakan keunggulan jumlah. Beberapa kali Arsenal sukses menembus pressing tinggi PSG, dan menciptakan peluang lewat kombinasi umpan terobosan ke Martinelli dan Trossard. Sayangnya, Donnarumma kembali jadi mimpi buruk mereka.
Set Piece: Harapan Arsenal yang Gagal Terkabul
Karena kesulitan menciptakan peluang dari open play, Arsenal banyak mengandalkan bola mati. Skema kreatif coba diterapkan, dengan para pemain berbaris di garis offside lalu masuk bersamaan saat bola dieksekusi. Salah satu momen bahkan menghasilkan sundulan dari Merino yang masuk ke gawang. Sayangnya, VAR semi-otomatis menunjukkan Merino dalam posisi offside.
PSG Tetap Mengancam: Rotasi Fleksibel Hingga Long Ball Mematikan
Di babak kedua, PSG kembali menunjukkan kualitas mereka. Rotasi posisi Hakimi – Neves – Barkola – Ramos membongkar pertahanan Arsenal, meskipun Barkola gagal menyelesaikannya. Umpan panjang melewati high press Arsenal juga jadi senjata mematikan. Bahkan peluang emas sempat terjadi, namun Ramos hanya membentur mistar.
Apa yang Perlu Diperbaiki Jelang Leg Kedua?
- Arsenal:
- Kreativitas Minim: Odegaard tak bisa berbuat banyak. Arsenal perlu variasi serangan dan kreativitas lebih dari lini tengah dan depan.
- Ketajaman: Peluang ada, tapi eksekusi tak maksimal.
- PSG:
- Lebih Klinis: Dengan build-up sebaik ini, mereka semestinya bisa cetak lebih dari satu gol. Laga di kandang nanti akan jadi penentuan.
Kesimpulan: Laga Sarat Taktik, Masih Terbuka untuk Kedua Tim
Pertandingan leg pertama semifinal ini jadi bukti bahwa Liga Champions tak hanya soal bintang, tapi juga adu kecerdasan taktik. PSG unggul tipis, tapi laga belum selesai. Arsenal masih punya peluang membalikkan keadaan di Paris. Namun mereka butuh lebih dari sekadar semangat – kreativitas dan eksekusi jadi PR utama.