Soroti Kebijakan Trump, Evita Minta eksekutif Fokus Penguasaan Industri Dalam Negeri

JAKARTA – Wakil Ketua Komisi VII DPR Evita Nursanty menggerakkan pemerintah untuk segera mengambil langkah cepat serta strategis untuk meminimalisir dampak negatif tarif impor baru Amerika Serikat (AS). Bahkan, menjadikan peluang ini potensi bagi menguatkan sektor lapangan usaha di negeri.
“Saran kami sebaiknya pemerintah fokus dengan kondisi pada negeri, penguatan bidang kita, sebab sekarang semua negara akan mencari pangsa besar untuk ekspor hasil mereka juga Indonesia menjadi salah satu tujuan utama, ini yang digunakan menjadi concern kita, lapangan usaha kita akan makin tertekan, juga taruhannya tenaga kerja,” kata Evita, hari terakhir pekan (4/4/2025).
Hal itu disampaikan politisi PDI Perjuangan ini menanggapi kebijakan tarif baru yang mana disampaikan Presiden Donald Trump pada Rabu, 2 April 2025 waktu setempat. Alibat kebijakan itu, Indonesia terkena tarif timbal balik sebesar 32%. Besaran tarif itu terkait dengan defisit perdagangan Negeri Paman Sam ke RI yang dimaksud menurut data mencapai USD14,34 miliar pada 2024.
Menurut Evita, penguatan sektor di negeri dapat dilaksanakan dengan konsisten meningkatkan daya saing barang lokal dengan memberikan insentif bagi sektor yang dimaksud terkena dampak tarif agar tetap memperlihatkan kompetitif, meningkatkan kualitas hasil ekspor, lalu proses pengolahan lebih lanjut sektor agar ekspor bernilai tambah tinggi.
Kemudian konsisten mengembangkan substitusi impor agar ketergantungan terhadap material baku atau barang impor berkurang. Termasuk di hal ini adalah mempertahankan kebijakan Level Komponen Dalam Negeri (TKDN), yang digunakan menjadi salah satu perisai bidang yang dimaksud bisa jadi mengupayakan lapangan usaha pada negeri lebih banyak kuat serta kompetitif, meningkatkan daya saing sektor pada negeri, lalu membuka potensi untuk menciptakan lapangan kerja.
Di samping itu, Evita meminta-minta pemerintah mengambil langkah cepat juga strategis diantaranya adalah melakukan negosiasi kemudian diplomasi perdagangan dengan Amerika Serikat untuk mencari solusi terbaik seperti perundingan ulang tarif. “Kita mengajukan permohonan komunikasi terus dilaksanakan dengan pemerintah Amerika Serikat dalam berbagai tingkatan melakukan negosiasi langsung, dan juga menyiapkan langkah untuk menjawab permasalahan yang dimaksud diangkat oleh otoritas Amerika Serikat,” katanya.
Indonesia juga disarankan menggunakan forum internasional seperti WTO kemudian ASEAN untuk menekan Negeri Paman Sam untuk mempertimbangkan kembali kebijakan tarifnya, juga berkoordinasi dengan negara-negara yang mana terkena dampak tarif untuk membentuk strategi bersatu dan juga menggerakkan perjanjian perdagangan bebas dengan negara-negara yang tersebut tambahan terbuka terhadap item Indonesia.
“Kita juga perlu untuk menghurangi ketergantungan pada pangsa Negeri Paman Sam dengan memperluas ekspor ke negara lain seperti Uni Eropa, Timur Tengah dan juga Afrika. Begitupun dengan upaya mempercepat perjanjian dagang dengan negara mitra untuk membuka prospek ekspor baru,” ucapnya.
Diakui, komoditas ekspor Indonesia selama ini sangat mengandalkan bursa Negeri Paman Sam untuk item mesin serta perlengkapan elektronik, pakaian juga aksesorisnya, alas kaki, palm oil, karet juga barang dari karet, perabotan, ikan juga udang, olahan daging dan juga ikan lalu lainnya. Selain AS, dua negara lain yaitu China dan juga India juga menjadi lingkungan ekonomi utama ekspor nonmigas Indonesia.
Berdasarkan data Kementerian Perdagangan, pada tahun 2024 tiga negara itu berkontribusi sebesar 42,94% dari total ekspor nonmigas nasional. “Dengan China juga India kita tampaknya cukup baik, tapi kita perlu mencari pangsa baru serta membuka kesempatan ekspor baru sehingga ketika terjadi permasalahan barang ekspor kita tetap saja aman,” ujar Evita.